Makalah 'Ulumul Hadith - UNSUR-UNSUR POKOK HADITS


MAKALAH

“UNSUR-UNSUR POKOK HADITS”


Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah ‘Ulumul Hadits
Dosen Pengampuh : M**. S*******, S.Th.I, M.Th.I

[LAMBANG KAMPUS]

Disusun Oleh:

A****** N******* P**** U*****
NIM. 19020*****
I**** V****** H*****
NIM. 19020*****

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) *******
2019




KATA PENGANTAR

Bismillah, syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'alaa yang atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Unsur-Unsur Pokok Hadits” ini. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas dari ustadz M**. S******, S.Th.I., M.Th.I., selaku dosen mata kuliah ‘Ulumul Hadits dengan tujuan agar dapat menambah wawasan mengenai unsur-unsur pokok hadits bagi para pembaca dan juga kami selaku penyusun.
Pembuatan makalah ini pula tidak terlepas dari berbagai sumber referensi sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah  ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah wawasan kita dalam mempelajari ‘Ulumul Hadits serta dapat digunakan sebagaimana mestinya.
    
            ******, Oktober 2019 M / Shafar 1441 H
                                                                                            Penyusun


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………….  i
Daftar Isi ………………………..……………………………………………..  ii
BAB I  [ PENDAHULUAN ]
A.    Latar Belakang …………………………………………………………  1
B.     Rumusan Masalah ………………………………………………………  1
C.     Tujuan Masalah …………………………………………………………  1
BAB II [ PEMBAHASAN ]
A.    SANAD ………………………………………………………………… 3
a.       Definisi Sanad …….………………………………………………..  3
b.      Contoh Sanad ………………………………………………………  5
c.       Martabat Sanad …………………………………………………….  6
B.     MATAN ………………………………………………………………..  7
a.       Definisi Matan ………………………………………………………  7
b.      Contoh Matan ………………………………………………………  8
c.       Martabat Matan  ……………………………………………………  9
C.     RAWI  …………………………………………………………………  9
a.       Definisi Rawi ………………………………………………………  9
b.      Contoh Rawi  ………………………………………………………  11
c.       Istilah-Istilah Khusus Para Rawi ……………………………………  11
BAB III [ PENUTUP ]
A.    Kesimpulan ……………………………………………………………..  13
B.     Kritik dan Saran ……………………………………….……………….  13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………  14


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Seseorang dapat mengetahui suatu peristiwa yang terjadi atau menerima suatu berita dari sumber aslinya, adakalanya berdasarkan tanggapan langsung pancaindera secara langsung, dan adakalanya secara tidak langsung. Jika tempat dan jarak antara seseorang dengan lokasi terjadinya peristiwa itu sangat jauh, atau penerima berita dengan sumber yang memberikan berita tidak hidup dalam satu generasi, maka mustahil seseorang memperoleh kebenaran suatu pemberitaan yang masing-masing diterimanya secara tidak langsung, jika tidak menggunakan media-media yang dapat dipercaya.
Untuk menguji kebenaran kebenaran masing-masing yang diterima secara tidak langsung itu, tentu memerlukan suatu dasar dan sandaran, kepada dan dari siapa pengetahuan dan pemberitaan itu diterimanya. Jika pemberitahu atau penyampai berita itu bertahap-tahap (tidak satu orang), maka si pemberi tahu atau penyampai berita yang terakhir harus dapat menunjukkan sandarannya, yaitu orang yang memberitakan kepadanya. Orang yang memberitakan ini pula harus bisa menunjukkan sumber asli yang langsung menerima sendiri dari pemilik berita. Demikian juga halnya dengan hadits. Untuk menerima hadits dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wasallam, unsur-unsur seperti sandaran berita, materi berita, dan pemberita harus jelas, dan satupun tidak dapat ditinggalkan. Para ulama hadits mengistilahkan unsur-unsur dimaksud dengan sanad, matan, dan rawi.


B.            Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ullumul hadits ini adalah :
1.        Apa yang dimaksud dengan sanad, matan, dan rawi?
2.        Bagaimanakah contoh sanad, matan, dan rawi?
3.        Bagaimanakah tingkatan-tingkatan/martabat sanad dan matan dalam hadits?
4.        Apa saja istilah-istilah khusus para Rawi?

C.           Tujuan Makalah
1.        Memahami definisi dari Sanad, Matan, dan Rawi.
2.        Mengetahui contoh Sanad, Matan, dan Rawi.
3.        Mengetahui tingkatan-tingkatan/martabat sanad dan matan dalam hadits.
4.        Mengetahui istilah-istilah khusus para Rawi.



BAB II
PEMBAHASAN
UNSUR-UNSUR POKOK HADITS
A.    SANAD
a.      Definisi
Sanad menurut bahasa berarti sandaran, tempat kita bersandar. Sanad secara bahasa dapat diartikan pula al-mu`tamad المعتمد) (, yaitu yang di perpegangi (yang kuat) / yang bisa dijadikan pegangan atau dapat juga di artikan :
                                                                                     مارتفع من الارض
Yaitu sesuatu yang terangkat (tinggi) dari tanah .[1]
Menurut istilah ahli hadits sanad ialah jalan yang menyampaikan kepada matan hadits.
            Secara terminologis , definisi sanad ialah  :
هو طرىق المتن, اي سلسله الرواة الذين نقلواا المتن من مصدره الاول "                         
Sanad adalah jalannya matan, yaitu silsilah para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama. (Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, t.t.:32)
Maksudnya ialah susunan atau rangkaian orang-orang yang menyampaikan materi hadits sejak yang disebut pertama sampai rasul Shallallahu ‘alayhi wasallam, yang perkataan, perbuatan, takrir, dan lainnya merupakan materi atau matan hadits.[2] Dengan pengertian di atas , maka sebutan sanad hanya berlaku pada rangkaian orang-orang, bukan dilihat dari sudut pribadinya secara perorangan, sedangkan sebutan untuk pribadi, yang menyampaikan hadits dilihat dari sudut perongannya disebut dengan rawi. Sanad sering disebut juga thariq dan wajh.[3] Selain sanad, dalam hadis terdapat istlah isnad. Isnad menurut ilmu bahasa menyandarkan, sedangkan menurut istilah isnad ialah menerangkan sanad hadits (jalan menerima hadis). Menurut Ath-Thibi, sebagaimana di kutip al-Qosimi, kata al-isnad dengan as-sanad mempunyai arti yang hampir sama atau berdekatan, berbeda dengan istilah al-musnad mempunyai beberapa arti : pertama, berarti hadits yang diriwayatkan dan disandarkan atau disanadkan kepada seseorang yang membawanya seperti ibn-Syihab az-Zuhri, Malik bin Annas, dan Amarah binti Abdarrahman ; kedua, berarti nama suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan sisitem penyusunannya berdasarkan nama-nama para sahabat perawi hadits, seperti kitab musnad ahmad, berarti nama bagi hadits yang memenuhi riteria marfu` (disandarkan kepada nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam .) dan muttashil (sanadnya bersambung sampai kepada akhirnya).[4] Isnad adalah:
رفع الحديث الى قائله او فاعله
“Menyandarkan hadits kepada orang yang mengatakannya.”
 (Hasbi As-Shiddiqi,1985,43).
Atau:
عزو الحديث الى قا ئله                                                                                                  “Mengasalkan hadits kepada orang yang mengatakannya.”
Adapun orang yang menerangkan hadis dengan menyebutkan sanadnya, dinamakan musnid. Adapun hadis yang disebutkan dengan diterangkan sanadnya yang sampai kepada nabi dinamakan musnad.[5] Dengan sanadlah dapat diketahui mana yang diterima, mana yang ditolak, mana yang sah diamalkan, mana yang tidak sah. Asy-syafii mengatakan perumpamaan orang yang mencari hadits tanpa sanad sama dengan orang yang mengumpulkan kayu api dimalam hari yang gelap.[6]

b.      Contoh Sanad
Contoh kata al Bukhari :
حَدَّثَنَا محمّد بن المثنّى قال، حَدَّثَنَا عبد الوهّاب الثّقفى قال، حَدَّثَنَا ايوب عن ابى قلابة عن انس عن النّبيّ صلّى الله عليه وسلّمثلاثٌ مَن ْ كُنَّ فيه وجد حلاوة الإيمان ان يكون اللهُ ورسوله احبَّ اليه مِمَّا سواهما وان يحبّ المراءَ لايحبُّهُ الاّ لِلّهِ وان
يكره ان يعودَ فى الكفر كما يكرهُ ان يُقْذفَ فى النَّارِ

“Telah memberitahukan kepadaku Muhammad al Mutsanna, ujarnya, ‘Abdul Wahab Al Tsaqafy telah mengabarkan kepadaku, ujarnya: telah berbicara kepadaku Ayub atas pemberitaan Abi Qilabah dari Anas dari nabi Muhammad Shollallahu ‘alayhi wasallam, sabdanya: tiga perkara yang barangsiapa mengamalkannya niscaya memperoleh kelezatan iman, yakni (1) Allah dan rasul-Nya lebih dicintai daripada selain-Nya, (2) kecintaan kepada seseorang tidak lain karena Allah semata-mata, (3) keengganan kembali kepada kekufuran seperti keengganannya dicampakkan ke neraka”. (Shahih Bukhari :15)
Maka matan hadits “ ثلاثٌ sampai dengan ان يُقْذفَ فى النَّارِditerima oleh imam Bukhary melalui sanad pertamaمحمّد بن المثنّىsanad kedua عبد الوهّاب الثّقفىsanad ketiga ايوبsanad keempat ابى قلابة dan seterusnya sampai sanad yang terakhir yaitu انس رضي الله عنه, seorang sahabat yang langsung menerima sendiri hadits dari nabi Muhammad Shollallahu ‘alayhi wasallam.

Dalam hal ini juga dapat dikatakan bahwa sabda nabi Shollallahu ‘alayhi wasallam tersebut disampaikan oleh sahabat Anas r.a sebagai rawi pertama, kepada Abi Qilabah sebagai rawi kedua dan menyampaikan kepada ats Tsaqafy sebagai rawi ketiga dan menyampaikan kepada Muhammad ibn Mutsanna sebagai rawi keempat hingga sampai kepada imam Bukhary sebagai rawi terakhir.
Dengan demikian imam Bukhary itu menjadi sanad pertama dan rawi terakhir bagi kita.[7]

c.       Martabat Sanad
Martabat sanad ini sebenarnya bergantung pada rawi-rawi. Kalau rawi-rawinya bermartabat tinggi, tentu sanadnyapun turut tinggi. Demikian juga kalau rawi-rawi bermartabat pertengahan atau rendah.
Oleh karena itu martabat bagi sanad hadis juga boleh dibagi kepada tiga derajat, yaitu:
1.       ‘Ulya (yang tinggi)
Sanad yang bermartabat ‘ulya ini ada banyak diantaranya :
a.    Silsilatudz dzahab, artinya rantai emas. Diriwayatkan dari Imam Malik, dari Nafi’, dari ibnu Umar.
b.   Yang diriwayatkan dari jalan Hisyam bin ‘Urwah, dari ‘Urwah, dari Aisyah.
c.    Yang diriwayatkan dari jalan Sufyan bin ‘Uyainah, dari ‘Amr bin Dinar, dari Jabir.
Ulama’ masukan mereka ini semua dalam martabat ‘Ulya karena mereka bersifat dengan sifat-sifat yang tinggi.
2.       Derajat wushtha (yang pertengahan)
a.    Yang diriwayatkan dari jalan Buraid bin Abdillah bin Abi Burdah, dari Abdullah, dari Abi Burdah, dari Abi Musa.
b.   Yang diriwayatkan dari jalan Hammad bin Salamah, dari Tsabit, dari Anas.
Mereka ini teranggap masuk pertengahan, karena bersifat dibawah dari derajat ‘Ulya.
3.       Derajat dun-ya (yang rendah)
a.    Yang diriwayatkan dari jalan Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya (Abi Shalih), dari Abi Hurairah.
b.   Yang diriwayatkan dari jalan Al-’ala’ bin Abdirrahman, dari bapaknya (Abdurrahman), dari Abi Hurairah.
Mereka ini, derajat hafalan dan ketelitiannya, kurang dari martabat ‘Ulya dan wushtha. Karena itu, dimasukkan dalam bagian yang paling rendah dari sifat-sifat shahih.[8]

B.     MATAN
a.      Definisi
Matan menurut bahasa adalah punggung jalan (muka jalan), tanah yang keras dan tinggiما صلب و ارتفع من الارض ”. Kata matan dalam ilmu hadits ialah penghujung sanad, ada juga yang mengatakan materi atau lafal hadits itu sendiri. Sedangkan menurut ath-Thibi mendefinisikannya dengan:
الفظ الحديث التى تتقوم ها معانية                                                                
“Lafal-lafal hadits yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu.”
(Ajjaj Al-Khatib,t.t.:31)
Sedang menurut istilah adalah

مانتهى اليه السند من الكلام فهو نفس الحديث الذى ذكر الاسناد له
Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wasallam  yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya’.
Ada juga redaksi yang lebih simpel lagi, yang menyebutkan bahwa matan adalah ujung sanad (gayah as-sanad). Dari semua pengertian di atas, menunjukkan bahwa yang di maksud dengan matan ialah materi atau lafadz hadist itu sendiri atau isi dari kandungan hadis.
            Dalam pengertian lain, matan ialah materi berita, yakni lafadz (teks) haditsnya berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir, baik yang di-idhafah-kan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam, sahabat maupun tabi’in yang letaknya dalam suatu hadis pada penghujung sanad atau setelah sanad.
Bila dikatakan hadis terdiri atas sanad dan matan, pengertian sanad termasuk rawi sebab sanad adalah kumpulan atau rangkaian rawi yang menjadi sandaran matan.
Sanad dan matan hadis memiliki hubungan yang sangat erat,yakni antara satu dengan yang lainnya tidak bisa di pisahkan. Oleh karena itu, posisi sanad dan matan sangat menentukan sahih dan tidaknya suatu hadis.[9]

b.      Contoh Matan
Contoh :
حدّثنا مسدّد عن يحي عن عبد الله بن عُمَرَ قال حدّثنى حبيب عبد الرّحمن عن حفص بن عاصم عن ابى هريرة رضي الله عنه عن النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم قال : مابين بيتى و بين منبرى روضةً عن رياض الجنّةِ و منبرى على الحوضِ
(رواه البخارى)
Dari namaمسدّد ”  dan nama sesudahnya sampai “ ابى هريرة adalah sanad, sedangkan kalimat mulai مابين بيتى sampai dengan  الحوضِ disebut matan.[10]


c.       Martabat Matan
Karena melihat kepada ketelitian seorang mukharrij dalam memeriksa sifat-sifat dan keadaan masing-masing rawi, terdapatlah beberapa tingkatan martabat bagi matan hadis-hadis.meliputi:
1.      Martabat pertama: hadis (matan) yang di riwayatkan oleh imam-imam, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i dan Ibnu Majah
2.      Martabat kedua: hadis yang hanya diriwayatkan oleh  Bukhari dan Muslim bersama-sama. Hadis seperti ini baiasanya disebut muttafaq ‘alaih, artinya yang disetujui.
3.      Martabat ketiga: hadis yang di riwayatkan oleh Bukhari saja.
4.      Martabat keempat: hadis yang diriwayatkan Imam Muslim saja.
5.      Martabat kelima: hadis yang diriwayatkan oleh ahli hadis lain menurut syarat Bukhori dan Muslim.
6.      Martabat keenam: hadis yang diriwayatkan oleh ahli hadis lain menurut syarat Bukhori saja.
7.      Martabat ketujuh: hadis yang diriwayatkan oleh ahli hadis lain menurut syarat Muslim saja.
8.      Martabat kedelapan : hadis yang di sahkan oleh imam-imam selain Bukhori dan Muslim.[11]

C.    RAWI
a.      Definisi
Rawi adalah seorang yang mengutip hadis sekaligus dengan isnadnya, dia bisa laki-laki maupun perempuan.[12] Rawi menurut bahasa adalah orang yang meriwayatkan hadits atau memberitakan hadits.[13] Menurut Maslani dan Ratu Suntiah (Ikhtisar Ulumul Hadits:16) bahwa sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad pada tiap Thobaqoh-nya, juga disebut rawi, jika yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits. Akan tetapi yang membedakan antara rawi dan sanad terletak pada pembukuan atau  pentad-
winan hadits.[14]
Menurut A.Hasyim yang dikutip Maslani dan Ratu Suntiah (Ikhtisar Ulumul Hadits:17), rawi ialah orang yang menyampaikan dan menuliskan dalam suatu kitab apa-apa yang telah didengar dari seorang gurunya (A.Hasyim, 2004:120)
الراوي من تلقي االحديث واده بصيغة من صيغ الاءداء
“Rawi adalah orang yang menerima hadits dan menyampaikannya dengan salah satu bahasa penyampaiannya .”[15]  
Nama lain dari perawi adalah mukharrij. Kata mukharrij isim fa’il dari kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan menampakkan, mengeluarkan, dan menarik. Maksud mukharrij adalah seorang yang menyebutkan suatu hadis dalam kitab sanadnya. Dr. Al-Muhdi menyebutkan :
فالمخرج هو ذاكر الرواية كالبخاري
 “Mukharrij adalah penyebut periwayatan seperti Al-Bukhari”.[16]

Jadi rawi itu ialah orang yang menukil, memindahkan atau menuliskan hadits dengan sanadnya baik itu laki-laki maupun perempuan. Atau orang yang telah  menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab. Menurut ilmu hadits Rawi adalah “orang yang meriwayatkan hadits”. Salah satu cabang dari penelitian hadits adalah penelitian terhadap rawi hadits. Baik menyangkut sisi positif maupun sisi negatif perawi. Ilmu ini dikenal dengan istilah ilmu Jarh dan Ta’dil. Ilmu ini membahas tentang kondisi perawi, apakah dapat dipercaya, handal, jujur, adil, dan tegas atau sebaliknya.

b.      Contoh Rawi
Contoh :
حدّثنا مسدّد عن يحي عن عبد الله بن عُمَرَ قال حدّثنى حبيب عبد الرّحمن عن حفص بن عاصم عن ابى هريرة رضي الله عنه عن النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم قال : مابين بيتى و بين منبرى روضةً عن رياض الجنّةِ و منبرى على الحوضِ (رواه البخارى)
Imam Bukhary adalah rawi (rawi terakhir), sedangkan rawi pertamanya adalah Abi Hurairah r.a.

c.       Istilah-Istilah Khusus Para Rawi
Dalam kitab kumpulan hadits-hadits nabi, sering disebutkan istilah-istilah khusus untuk meringkas jumlah rawi yang berbeda dalam meriwayatkan sebuah hadits.
Istilah-istilah itu adalah”
·         اَخْرَجَهُ السَّبْعَةُ
Maksudnya, hadits itu diriwayatkan oleh tujuh (7) orang rawi yaitu :
a.       Imam Ahmad
b.      Imam Bukhary
c.       Imam Muslim
d.      Abu Dawud
e.       At Turmudzy
f.       An Nasaiy
g.      Ibnu Majah.
·         اَخْرَجَهُ السِّتَّةُ 
maksudnya, hadits itu diriwayatkan oleh enam (6) orang rawi yaitu : tujuh rawi tersebut di atas selain Ahmad.
·         اَخْرَجَهُ الْخَمْسَةُ  
maksudnya, hadits itu diriwayatkan oleh lima (5) orang rawi yaitu :
a.       Imam Ahmad
b.      Abu Dawud
c.       At Turmudzy
d.      An Nasaiy
e.       Ibnu Majah.
·         الْأَرْبَعَةُ وَاَحْمَدُ    اَخْرَجَهُ
maksudnya, hadits itu diriwayatkan oleh ashabus sunan yang empat (4) orang rawi yaitu :
a.       Abu Dawud
b.      At Turmudzy
c.       An Nasaiy
d.      Ibnu Majah, ditambah 5. Imam Ahmad atau kelima orang rawi selain Ibnu Majah.
·         اَخْرَجَهُ الشَّيْخَانِ  
maksudnya, hadits itu diriwayatkan oleh Imam Bukhary, Muslim. 
·         رَوَاهُ الثَّلَاثَةُ  
maksudnya, hadits itu diriwayatkan oleh Imam Bukhary, Muslim dan Abu Dawud.
·         رَوَاهُ الْأَرْبَعَةُ 
maksudnya, hadits itu diriwayatkan oleh Imam Bukhary, Muslim, Abu Dawud dan At Turmudzy. 
·         رَوَاهُ الْخَمْسَةُ  
maksudnya, hadits itu diriwayatkan oleh Imam Bukhary, Muslim, Abu Dawud, An Nasaiy dan At-Turmudzy
·         السُّنَنْ رَوَاهُ اَصْحَابُ 
maksudnya, hadits itu diriwayatkan oleh tiga (3) orang pemilik kitab-kitab sunan yakni Abu Dawud, At Turmudzy dan An Nasaiy. 
·         مُتَفَقٌ عَلَيْهِ 
Hadits itu diriwayatkan oleh Imam Bukhary dan Imam Muslim.[17]
BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Hadits merupakan sumber islam yang kedua setelah al-Qur’an. Sanad dan matan merupakan dua unsur pokok hadis yang harus ada pada setiap hadis. Suatu berita tentang Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa sallam (matan) tanpa ditemukan rangkaian atau susunan sanadnya, yang demikian tidak dapat disebutkan hadits, sebaliknya suatu susunan sanad, meskipun bersambung sampai rasul, jika tidak ada berita yang dibawanya, juga tidak bisa disebut hadist. Sanad, matan,dan rawi memiliki kaitan sama dalam kesahihan suatu hadis. Adapun yang membedakan antara rawi dan  sanad terletak  pada  pembukuan  atau pentadwinan hadits.
Seiring perkembangan zaman, banyak sekali pihak-pihak yang ingin memalsukan hadits. Untuk mendeteksi keaslian hadits, kita harus mempelajari struktur hadits itu sendiri seperti tentang sanad, matan, dan rawi. Ini adalah cara untuk mengetahui keaslian hadits dan kedudukan hadits.

B.            Kritik & Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dengan banyaknya referensi yang kami temukan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian untuk pembuatan makalah kami ke depannya. Untuk itu kami memohon maaf atas kelebihan dan kekurangan kami dalam penyusunan makalah ini. Terima kasih.




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zuhri, Fatimah Zahara, Watni Marpaung. Ulumul Hadis. Medan: CV. Manhaji.
M. Syuhudi Ismail. 1988. Kaidah Kesahihan Sanad Hadits, Jakarta: Bulan Bintang.
Sohari Sahroni. 2005. Ulumul Hadits. IAIN SMH Banten.
Utang Ranuwijaya. 1997. Ilmu Hadits. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ibnu Hamzah al-Husin al Hanafi al Damisyqi. Ilmu Hadis. Surabaya: Kalam Mulia.
Tadrib ar-Rawi.
A.Qodir Hassan. 1996. Ilmu Mushthalah Hadis. Bandung: CV Diponegoro.
Al- kifayah 97.
Badri Khaeruman. 2010. Ulum Al Hadis. Bandung: CV. Pustaka Setia.
A.Qodir Hassan. 1996.  Ilmu Mushthalah Hadis, Bandung: CV. Diponegoro.
Ulumul Hadis.
Al-Manhaj al-Hadits.
Mas Mahmud. 2012. Materi Ullumul Hadits: Unsur-Unsur Hadits dan Istilah-Istilah Hadits. diakses dari https://mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com /2012/11/materi-ulumul-hadits-unsur-unsur-hadits.html?m=1.
Unsur-Unsur Pokok Hadis. 2016. diakses dari https://chacinggingsolz.blogspot. com/2016/05/unsur-unsur-pokok-hadis.html.



[1] Nawir Yuslem,op, cit., halaman 148
[2] M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadits (Jakarta, Bulan Bintang, 1988) halaman 24
[3] Sohari Sahroni, Ulumul Hadits (IAIN SMH Banten, 2005) halaman 129
[4] Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits (Jakarta, Raja Grafindo Persada,1997) halaman 3
[5] Ibnu Hamzah al-Husin al Hanafi al Damisyqi, ilmu hadis, (Surabaya: Kalam Mulia, tt hal. V)
[6] Munzier Suparta, op. cit. halaman 131. H. Muddasir, op. cit. halaman 146
[7] Mas Mahmud, “Materi Ullumul Hadits: Unsur-Unsur Hadits dan Istilah-Istilah Hadits”, diakses dari https://mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com/2012/11/materi-ulumul-hadits-unsur-unsur-hadits.html?m=1
[8] A.Qodir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadis, Bandung: CV Diponegoro, 1996, hal 50
[9] Badri Khaeruman, Ulum Al Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010, hal: 76
[10] Mas Mahmud, “Materi Ullumul Hadits: Unsur-Unsur Hadits dan Istilah-Istilah Hadits”, diakses dari https://mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com/2012/11/materi-ulumul-hadits-unsur-unsur-hadits.html?m=1
[11] A.Qodir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadis, Bandung: CV. Diponegoro, 1996, hal: 53
[12]  Al- kifayah 97
[13] Tadrib ar-Rawi, halaman 11; bagian rawi halaman 197
[14] Ulumul Hadis, halaman 108-109
[15] Al-Manhaj al-Hadits bagian rawi hlm.5
[17] Mas Mahmud, “Materi Ullumul Hadits: Unsur-Unsur Hadits dan Istilah-Istilah Hadits”, diakses dari https://mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com/2012/11/materi-ulumul-hadits-unsur-unsur-hadits.html?m=1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Text About Me and Some Evaluation About It - English Task

My Dream - English Homework